RSS
Write some words about you and your blog here

Asal Usul Bahasa Alay


TIDAK hanya bahasa, tulisan alay juga semakin sering menghiasi media sosial atau bahkan sejumlah iklan di media. Kata-kata itu ditulis dengan kombinasi huruf besar, kecil dan angka,
sungguh jauh dari kaidah ejaan yang benar. Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unair Bramant
io menjelaskan, alay merupakan suatu fenomena yang terjadi pada sekelompok remaja minoritas dan memiliki karakteristik yang unik. “Bahasa yang mereka gunakan terkadang ”menyilaukan” mata dan ”menyakiti” telinga bagi masyarakat yang tidak terbiasa,” tutur Bramantio.
Dia menjelaskan, alay memiliki stereotipe tentang gaya hidup kampungan atau norak. Istilah alay sendiri menggambarkan kondisi remaja yang tidak memiliki arah tujuan yang jelas dan masih labil. ”Fenomena alay saat ini telah menyebar ke lapisan remaja Indonesia. Banyak yang akhirnya menggunakan bahasa alay dalam komunikasi lisan dan tulisan,” ungkapnya.
Menurut Bramantio, kemunculan bahasa alay berkembang sejak masuknya teknologi layanan pesan singkat atau SMS. Keterbatasan karakter pada fitur handphone membuat mereka harus mencari cara untuk menyingkat isi SMS. ”Awal mulanya dari layanan pesan singkat, para pengguna hanya dibatasi untuk mengirimkan pesan sebanyak 160 karakter atau kurang dari itu. Sehingga, pengguna akan didorong untuk menjadikan pesannya seringkas mungkin. Salah satu cara yang digunakan untuk meringkas pesan yakni dengan cara menyingkat kata,” tegas Dosen Sastra Indonesia itu.
Kemunculan jejaring sosial Facebook pun semakin menambah akses seseorang untuk mengungkapkan keadaan dirinya agar mendapat perhatian orang lain. Alhasil akun pengguna maupun status yang dibuat pun harus tampil tidak biasa. “Biasanya mereka akan menuliskan status dengan isi maupun penulisan yang mencolok sehingga dapat menarik perhatian dari orang-orang yang berteman dengannya. Penggunaan gaya menulis yang berbeda dan isi status yang berlebihan bisa juga disebut bahasa alay,” ujarnya.
Sementara itu, Prof Dr Hj Ratu Wardarita MPd, Guru Besar Universitas PGRI Palembang membatasi bahasa alay sebagai bentuk bahasa prokem atau slang yang bersifat musiman dan digemari kawula muda dalam pergaulannya di komunitas tertentu. “Bersifat musiman seperti mode pada baju. Bahasa alay akan hilang dengan sendirinya setelah ada mode baru. Selagi tidak merusak bahasa Indonesia dan tidak digunakan dalam forum resmi, penggunaan bahasa alay sah-sah saja,” pungkasnya. (cdl/tir/war/ego/azh)

0 komentar:

Posting Komentar